Ilustrasi Sunat dalam Alquran

Sunat dalam Alquran, Apa Kata Kitab Suci?

Sunat dalam Alquran adalah praktik yang sudah menjadi bagian penting dalam tradisi Islam, meskipun tidak secara langsung disebutkan dalam Al-Quran. Praktik ini menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas seorang Muslim dan dianggap sebagai simbol ketaatan kepada Allah SWT.

Praktik khitan memiliki signifikansi khusus dalam ajaran Islam. Sunat dalam Alquran tidak menyebutkan perintah khitan secara langsung, praktik ini memiliki dasar yang kuat dalam sunnah Nabi Muhammad SAW dan tradisi Nabi Ibrahim AS. Pemahaman tentang khitan dalam Islam terus berkembang, melahirkan berbagai interpretasi dan pandangan di kalangan ulama tentang status hukumnya.

Sunat dalam Hadits dan Tradisi Nabi Ibrahim

Tindakan ini menjadi bukti ketaatan beliau kepada perintah Allah SWT. Nabi Muhammad SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah: “Ibrahim, kekasih Allah, berkhitan setelah berusia delapan puluh tahun dengan menggunakan kapak.” Hadits ini menunjukkan bahwa khitan merupakan bagian.

“Lima perkara termasuk fitrah: khitan, mencukur rambut kemaluan, memotong kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Praktik ini menandai perjanjian suci antara manusia dengan Penciptanya, sebagaimana dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS. Praktik ini mengingatkan umat Muslim akan kesediaan Nabi Ibrahim AS untuk taat kepada Allah SWT, bahkan di usia lanjut. Pengorbanan dan ketaatan beliau menjadi teladan bagi generasi Muslim hingga saat ini.

Selain itu, penting untuk dicatat bahwa hukum khitan tidak hanya berlaku bagi pria tetapi juga wanita. Hukum khitan bagi wanita dalam Islam juga memiliki dasar dan tata cara tertentu yang perlu dipahami dengan baik.

Perspektif Ulama tentang Sunat

Mereka mendasarkan pendapat ini pada hadits yang menyebutkan sunat sebagai bagian dari fitrah dan perintah yang diterima Nabi Ibrahim. Mazhab Hanafi dan Maliki memandang sunat sebagai sunnah muakkadah – tradisi yang sangat dianjurkan namun tidak sampai tingkat wajib. Pandangan ini berdasarkan tidak adanya ayat Al-Quran yang secara eksplisit memerintahkan praktik sunat.

Perbedaan pendapat juga muncul terkait waktu pelaksanaan sunat. Beberapa ulama menganjurkan Sunat dalam Alquran dilakukan pada hari ketujuh setelah kelahiran, sementara yang lain berpendapat boleh dilakukan hingga usia baligh. Imam Abu Hanifah menyatakan bahwa menunda sunat hingga usia baligh dianggap makruh (tidak disukai) meski tetap sah.

Meski terdapat perbedaan status hukum, mayoritas ulama sepakat bahwa sunat merupakan praktik yang memiliki nilai ibadah tinggi. Ulama kontemporer seperti Yusuf Al-Qaradawi menekankan pentingnya mempertimbangkan aspek medis dan keselamatan dalam pelaksanaan sunat.

Baca juga: Bulan Baik untuk Khitan Menurut Islam, Waktu dan Keutamaan

Sunat Laki-laki dan Sunat Perempuan

Praktik Sunat dalam Alquran laki-laki telah diterima secara luas di kalangan umat Muslim sebagai bagian penting dari ajaran Islam. Prosedur ini dianggap sebagai pelaksanaan sunnah Nabi Ibrahim dan memiliki manfaat kesehatan yang diakui secara medis.

1. Sunat Laki-laki

Sunat laki-laki dilakukan dengan memotong kulit yang menutupi ujung penis (prepuce), sebuah prosedur yang relatif sederhana dan aman bila dilakukan oleh tenaga medis profesional.

2. Sunat Perempuan

Prosedur sunat perempuan sendiri memiliki beragam bentuk, dari yang ringan hingga invasif. Sebagian ulama menganggapnya sebagai makrumah atau kehormatan yang dianjurkan, sementara ulama lain memandangnya sebagai praktik yang tidak memiliki dasar syariat yang kuat. Beberapa organisasi kesehatan internasional bahkan mengkategorikan praktik ini sebagai bentuk pelanggaran hak asasi perempuan.

Perbedaan pandangan ini menyebabkan munculnya regulasi yang beragam di berbagai negara Muslim. Beberapa negara secara tegas melarang praktik sunat perempuan, sementara negara lain masih memberi ruang bagi pelaksanaannya dengan batasan-batasan tertentu.

Pandangan Terhadap Sunat di Indonesia

Di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) memiliki pandangan tersendiri terkait praktik khitan. MUI memandang khitan sebagai bagian integral dari fitrah manusia yang harus dijaga dan dilestarikan. Melalui Fatwa MUI No. 9A Tahun 2008, lembaga ini menegaskan posisinya mengenai praktik khitan di Indonesia.

1. Khitan Laki-laki

Khitan bagi laki-laki ditetapkan sebagai kewajiban yang harus dilaksanakan sesuai dengan syariat Islam. MUI mendasarkan keputusan ini pada berbagai dalil dan kajian mendalam terhadap sumber-sumber hukum Islam, termasuk dalam dokumen resmi seperti yang dapat ditemukan di sini.

2. Khitan Perempuan

Status makrumah ini berarti praktik tersebut dianggap sebagai sesuatu yang mulia dan dianjurkan, namun tidak sampai pada tingkat wajib atau sunnah muakkad. Pandangan MUI ini mempertimbangkan aspek kemaslahatan dan tradisi yang telah mengakar dalam masyarakat Indonesia. Penetapan status makrumah untuk khitan perempuan mencerminkan upaya MUI menyeimbangkan antara nilai-nilai keagamaan dengan pertimbangan sosial dan kesehatan.

MUI juga menekankan bahwa pelaksanaan khitan harus memperhatikan prosedur medis yang aman dan tidak membahayakan kesehatan. Lembaga ini mendorong masyarakat untuk melakukan khitan di fasilitas kesehatan yang memadai dengan tenaga medis yang berkompeten.

Baca juga: Bedanya Sunat dan Tidak Sunat, 4 Fakta yang Harus Anda Ketahui

Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama

Muhammadiyah mengambil sikap tegas terkait praktik Sunat dalam Alquran perempuan. Berbeda dengan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) memiliki pandangan yang lebih fleksibel. Pendapat pertama menyatakan bahwa sunat perempuan bersifat mubah atau boleh dilakukan. Pendapat kedua menganggap praktik ini sebagai sunnah, mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW.

Dasar Pertimbangan Kedua Ormas

NU mengambil pendekatan yang lebih tradisional dengan merujuk pada kitab-kitab klasik. Bahtsul Masail NU menyatakan bahwa sunat perempuan dapat dilakukan dengan syarat tidak membahayakan dan dilakukan oleh tenaga medis profesional. Namun, NU juga menekankan bahwa praktik ini tidak boleh dipaksakan mengingat perbedaan pendapat yang ada.

Sunat Tradisi Islam!

Praktik sunat dalam Alquran tidak disebutkan secara langsung, namun memiliki akar yang kuat dalam tradisi Islam melalui sunnah Nabi Ibrahim. Perbedaan pandangan ulama muncul terutama dalam konteks sunat perempuan, dengan beragam interpretasi dari sunnah hingga makrumah.

Khitan laki-laki diterima secara luas sebagai bagian dari fitrah manusia, didukung oleh hadits dan tradisi yang kuat. Sementara itu, sunat perempuan masih menjadi isu yang memerlukan kajian mendalam, mengingat dampaknya terhadap kesehatan reproduksi.

Organisasi Islam di Indonesia seperti MUI, Muhammadiyah, dan NU memberikan perspektif berbeda dalam menyikapi praktik sunat, khususnya bagi perempuan. Perbedaan pandangan ini mencerminkan kompleksitas interpretasi ajaran Islam dalam konteks modern.

Praktik Khitan Terpercaya!

SunatIndonesia.com hadir sebagai mitra terpercaya bagi Anda yang ingin memahami dan melaksanakan praktik khitan secara benar, aman, dan sesuai tuntunan agama. Kami menyajikan informasi yang lengkap, mulai dari dasar hukum khitan dalam Islam, panduan medis terkini, hingga rekomendasi klinik dan layanan konsultasi dengan tenaga profesional. Semua konten kami disusun untuk membantu Anda membuat keputusan yang tepat—baik untuk anak, remaja, maupun dewasa—tanpa rasa ragu dan penuh keyakinan.

Kami percaya bahwa khitan bukan hanya sekadar prosedur medis, tetapi juga bagian penting dari ibadah dan kesehatan jangka panjang. Oleh karena itu, kami berkomitmen memberikan edukasi yang akurat, praktis, dan mudah dipahami oleh masyarakat luas.

Kunjungi SunatIndonesia.com hari ini dan temukan jawaban dari semua pertanyaan Anda seputar khitan dalam satu tempat yang terpercaya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *